Senin, 13 Oktober 2014

Ironi Kasus Pajak Mantan Dirjen Pajak

Meisarah Malie
921413186
F/AKUNTANSI
Ironi Kasus Pajak Mantan Dirjen Pajak
Rabu, 23 April 2014
KEJAHATAN di bidang pajak seperti tiada henti. Upaya wajib pajak menghindar dari kewajiban terus saja terjadi. Celakanya, pejabat negara yang semestinya memaksa wajib pajak memenuhi kewajiban justru membantu mereka untuk mengemplang pajak.

Penetapan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka pada kasus keberatan pajak PT BCA menjadi penambah fakta empiris terkini atas asumsi bahwa patgulipat antara wajib pajak dan aparat pajak masih banyak dipraktikkan. Kasus itu juga menegaskan kembali modus yang sudah diyakini kebenarannya bahwa pengemplangan dan penggelapan pajak bisa terjadi hanya karena orang dalam ikut berperan serta secara aktif dalam membantu upaya busuk itu.
KPK, Senin (21/4), menetapkan status tersangka terhadap Hadi Poernomo karena ia diduga menggunakan kekuasaannya untuk meloloskan keberatan pajak BCA senilai Rp5,7 triliun. Diduga, terjadi korupsi atas transaksi non-performing loan tahun pajak 1999 itu. Hadi Poernomo yang menjabat Dirjen Pajak periode 2002-2004 bersama-sama dengan pihak BCA diduga merugikan negara Rp375 miliar.
Penetapan status tersangka terhadap Hadi Poernomo itu tentu saja sangat  mengejutkan. Mengejutkan tidak hanya dari saat penetapannya yang  bertepatan dengan berakhirnya masa tugas Hadi sebagai Kepala Badan  Pemeriksa Keuangan (BPK) serta hari ulang tahun Hadi yang ke-67. Juga mengejutkan karena bobot keterlibatan orang dalam dengan jabatan tertinggi di bidang perpajakan.
Tidak hanya terkejut, kita tentu merasa sangat prihatin dengan fakta bahwa Ditjen Pajak ternyata belum juga banyak berubah dan menjadi wilayah yang benar-benar steril dari praktik pengemplangan dan  penggelapan pajak. Orang nomor satu di institusi tersebut justru menjadi pemimpin praktik culas.
Tentu saja kasus Hadi itu menjadi sebuah ironi besar dalam dunia perpajakan nasional. Kita tahu pajak menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Praktik mengemplang pajak, jika terjadi terus-menerus, tentu bisa menghambat pembangunan. Kasus yang sama juga menegaskan kembali betapa di kalangan para pejabat masih ada saja yang memiliki mentalitas pencuri.
Kita khawatir kasus tersebut dapat memengaruhi kepatuhan rakyat untuk membayar pajak. Kalau pemimpin nomor satu pada institusi pengumpul pajak saja memiliki kinerja yang demikian sarat dengan moral  hazard, bagaimana dengan aparat pajak di bawahnya dalam menjalankan tugas sehari-hari?
Tidaklah adil bila kita menggeneralisasi kasus Hadi Poernomo itu dengan asumsi bahwa semua aparat pajak ialah penilap. Kita yakin bahwa masih ada aparat pajak yang bersih dan jujur. Kita pun percaya bahwa aparat pajak yang baik jauh lebih banyak daripada yang busuk.
Kita mendorong KPK untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Tidak berhenti hanya di Hadi Poernomo dan pihak BCA yang terkait, KPK juga harus menyeret semua aparat pajak di bawah Hadi yang diduga terlibat. KPK pun harus memastikan apakah Hadi sekadar korupsi kebijakan atau ada aliran uang ke dirinya.


Komentar : Menurut saya apa yang telah di lakukan KPK itu sudah sepantasnya. Tidak hanya Hadi Poernomo, KPK juga harus memeriksa pihak BCA yang jabatannya di bawah Hadi Poernomo bisa jadi mereka itu adalah kaki tangan dari Hadi Poernomo. Dan sebaiknya pihak-pihak yang sudah menjadi tersangka agar bisa dihukum sesuai undang-undang yang berlaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar