Meisarah
Malie
921413186
F/AKUNTANSI
Ironi Kasus Pajak Mantan
Dirjen Pajak
Rabu, 23
April 2014
KEJAHATAN di bidang pajak seperti tiada
henti. Upaya wajib pajak menghindar dari kewajiban terus saja terjadi.
Celakanya, pejabat negara yang semestinya memaksa wajib pajak memenuhi
kewajiban justru membantu mereka untuk mengemplang pajak.
Penetapan
mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
sebagai tersangka pada kasus keberatan pajak PT BCA menjadi penambah fakta
empiris terkini atas asumsi bahwa patgulipat antara wajib pajak dan aparat
pajak masih banyak dipraktikkan. Kasus itu juga menegaskan kembali modus yang
sudah diyakini kebenarannya bahwa pengemplangan dan penggelapan pajak bisa
terjadi hanya karena orang dalam ikut berperan serta secara aktif dalam
membantu upaya busuk itu.
KPK, Senin
(21/4), menetapkan status tersangka terhadap Hadi Poernomo karena ia diduga
menggunakan kekuasaannya untuk meloloskan keberatan pajak BCA senilai Rp5,7
triliun. Diduga, terjadi korupsi atas transaksi non-performing loan tahun
pajak 1999 itu. Hadi Poernomo yang menjabat Dirjen Pajak periode 2002-2004
bersama-sama dengan pihak BCA diduga merugikan negara Rp375 miliar.
Penetapan
status tersangka terhadap Hadi Poernomo itu tentu saja sangat
mengejutkan. Mengejutkan tidak hanya dari saat penetapannya yang
bertepatan dengan berakhirnya masa tugas Hadi sebagai Kepala Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) serta hari ulang tahun Hadi yang ke-67. Juga
mengejutkan karena bobot keterlibatan orang dalam dengan jabatan tertinggi di
bidang perpajakan.
Tidak hanya
terkejut, kita tentu merasa sangat prihatin dengan fakta bahwa Ditjen Pajak
ternyata belum juga banyak berubah dan menjadi wilayah yang benar-benar steril
dari praktik pengemplangan dan penggelapan pajak. Orang nomor satu di
institusi tersebut justru menjadi pemimpin praktik culas.
Tentu saja
kasus Hadi itu menjadi sebuah ironi besar dalam dunia perpajakan nasional. Kita
tahu pajak menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Praktik mengemplang pajak,
jika terjadi terus-menerus, tentu bisa menghambat pembangunan. Kasus yang sama
juga menegaskan kembali betapa di kalangan para pejabat masih ada saja yang
memiliki mentalitas pencuri.
Kita
khawatir kasus tersebut dapat memengaruhi kepatuhan rakyat untuk membayar
pajak. Kalau pemimpin nomor satu pada institusi pengumpul pajak saja memiliki
kinerja yang demikian sarat dengan moral hazard, bagaimana
dengan aparat pajak di bawahnya dalam menjalankan tugas sehari-hari?
Tidaklah
adil bila kita menggeneralisasi kasus Hadi Poernomo itu dengan asumsi bahwa
semua aparat pajak ialah penilap. Kita yakin bahwa masih ada aparat pajak yang
bersih dan jujur. Kita pun percaya bahwa aparat pajak yang baik jauh lebih
banyak daripada yang busuk.
Kita
mendorong KPK untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Tidak berhenti hanya di
Hadi Poernomo dan pihak BCA yang terkait, KPK juga harus menyeret semua aparat
pajak di bawah Hadi yang diduga terlibat. KPK pun harus memastikan apakah Hadi
sekadar korupsi kebijakan atau ada aliran uang ke dirinya.
Komentar : Menurut saya apa yang telah di lakukan
KPK itu sudah sepantasnya. Tidak hanya Hadi Poernomo, KPK juga harus memeriksa
pihak BCA yang jabatannya di bawah Hadi Poernomo bisa jadi mereka itu adalah
kaki tangan dari Hadi Poernomo. Dan sebaiknya pihak-pihak yang sudah menjadi
tersangka agar bisa dihukum sesuai undang-undang yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar