NAMA
: DEFRIYANSYAH RAUF
NIM :
921413183
KELAS :
AKUNTANSI F
KASUS DUGAAN PENGGELAPAN PAJAK BERMODUS RESTITUSI PT WILMAR GRUP.
\Kejaksaan
Agung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berjanji mengusut kasus
dugaan penggelapan pajak bermodus restitusi yang diduga dilakukan PT Wilmar
Grup. Kejaksaan Agung telah menyerahkan penanganan kasus itu pada Ditjen Pajak
Kemenkeu. "Wilmar lain itu kan pengadilan belum masuk. Lagi diperiksa
sebagian. Tahun-tahun lalu mereka diperiksa, keluarkan SKP mereka bayar. Selama
ini mereka begitu. Pemeriksaan pajak terhadap Wilmar Grup terkait masalah
administrasi perpajakan tahun 2007-2008. Hingga saat ini Ditjen Pajak belum
mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan. "Kalau pemeriksaan itu
bukan orangnya jadi belum ada tersangka, kita baru membuktikan dari
dokumen-dokumen yang ada," katanya.
Fuad enggan menyebutkan berapa
dugaan penggelapan bajak bermodus restitusi yang diduga dilakukan Wilmar Grup.
Besarnya nilai restitusi baru dapat diungkap saat di pengadilan seperti kasus
tunggakan pajak Asian Agri. "Nanti di pengadilan itu kan akan diungkapkan
semua. Kita tidak bisa ngmong lagi lebih dari itu, (tapi) jangan bilang kita
bungkam dong. Memang tidak boleh ngomong gitu,"jelasnya. Diakuinya, Wilmar
Grup selalu membayar pajak setiap ada pemeriksaan yang menyebutkan adanya
kurang bayar. Dalam kasus Wilmar, sebagian masih dalam pemeriksaan dan bukti
permulaan. "Kalau pemeriksaan belum ada pidana. Kalau penyidikan itu ada
indikasi pidana. Ini kita belum masuk penyidikan. Jadi baru bukti
permulaan," katanya. Tidak hanya Wilmar, Ditjen Pajak juga tengah menelaah
kasus-kasus penggelapan pajak perusahaan-perusahaan besar lainnya. "Semua
perusahaan besar umumnya kita periksa. Kalau ada indikasi pidana baru kita
masuk ke penyidikan,"ucapnya.
Untuk diketahui, kasus penggelapan
pajak bermodus restitusi pajak dua perusahaan Wilmar Group yakni PT Wilmar
Nabati Indonesia (WNI) dan PT Multimas Nabati Asahan (MNA) diungkap Komisi
Hukum DPR RI setelah menerima laporan dari pegawai pajak KPP Besar Dua pada
2011.
Berdasarkan laporan Isnaeni, MNA dan
WNI diduga telah menggelapkan pajak senilai Rp 7,2 triliun. Kasus dugaan
restitusi pajak PT Wilmar Grup senilai Rp 500 Miliar yang menurut Anggota
Komisi III Bambang Soesatyo sudah masuk ke Kejaksaan Agung ternyata sudah
diserahkan Korps Adhiyaksa tersebut ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan. Hal ini terungkap dari pernyataan Jaksa Agung Basrif Arief.sebelum
melakukan rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa (3/12). "Masalah
Wilmar itu diserahkan kepada Ditjen Pajak untuk menindaklanjuti. Kemungkinan
terkait masalah perpajakan," kata Basrif Arief.
Terkait dorongan Komisi III DPR agar KPK
melakukan supervisi terhadap kasus itu karena dinilai mandek, Jaksa Agung tidak
mempersoalkannya karena KPK memang diberi kewenangan melakukan supervisi
terhadap kasus yang dinilai mangkrak. "Itu kewenangan KPK itu supervise,
koordinasi disampaing penindakan. kalau ada yang mau disupervisi kan sudah
banyak yang disupervisi. kasus-kasus di daerah, KPK bersama kejaksaan lakukan
supervisi," jelasnya.
Terkait penyebab mandeknya
penanganan kasus Wilmar di Kejaksaan, Basrif mengatakan dari hasil penelitian
institusinya ada persoalan terkait masalah pajak di Wilmar Grup. "Kemungkinan terkait masalah adminsitrati
hukum. jangan sampai mubazir waktu yang kita miliki kita serhkan ke Ditjen
Pajak. Seandainya ada indikasi kuat dan bukti cukup kita bisa terima
kembali," tegas Jaksa Agung.
Kasus restitusi pajak dua perusahaan
Wilmar Group yakni PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI) dan PT Multimas Nabati
Asahan (MNA) diungkap komisi hukum DPR RI setelah menerima laporan dari pegawai
pajak KPP Besar Dua M Isnaeni tahun 2011 lalu.
Kasus Wilmar sempat luput dai
perhatian, karena sejak dilaporkan ke Kejagung, 2009 rekomendasinya tidak ada
unsur “korupsi” dan hanya ada dugaan kasus penyalahgunaan pajak. Akhirnya,
kasus Wilmar disrahkan ke Ditjen Pajak, beberapa waktu. Padahal, kasus itu
diteliti oleh Kejagung hampir empat tahun.
Menurut Fuad Rahmany, pihaknya tidak
dapat memastikan kapan penyelidikan kasus Wilmar ditingkatkan ke penyidikan dan
menetapkan para tersangka, dengan alasan secara hukum tidak dapat diungkapkan
kepada pers. “Yang pasti, tim penyelidik harus memeriksan mengecek lalu
me-cross check ribuan data-data di lapangan,” jelas Fuad menceritakan
kompleksitas kasus Wilmar yang diduga menciptakan sejumlah perusahaan baru agar
dugaan rekayasa restitusi pajak sulit dipantau. Namun, dia meyakni dengan muka
serius, kasus dugaan penyalahgunaan restitusi pajak Wilmar International Ltd
Group dapat diselesaikan. “Yakinlah, kami bekerja serius. Siapapun akan
diperiksa,” janji mantan Kepala Bapepam ini.
Kasus dugaan korupsi berupa
restitusi pajak sekitar Rp3,7 triliun, tahun 2007 sampai 2009 telah dilaporkan
ke Kejaksaan Agung, 2009 dengan tembusan kepada Presiden SBY, Menteri Keuangan
dan Ketua Komisi Pengawas Perpajakan. Kasus terkait dugaan rekayasa laporan
pajak, sehingga bisa melakukan restitusi pajak secara melawan hukum sebesar
Rp3,6 triliun, yang lalu mengakibatkan kerugian negara. Kasus dilaporkan ke
Kejagung, 2009 dan 2013 baru direkomendasikan oleh Kejagung, kasus itu bukan
korupsi dan diserahkan ke Ditjen Pajak, karena terkait masalah penyalahgunaan
restitusi pajak.
Wilmar Group diduga telah melaporkan
pembukuan ke kantor Pajak, yakni omzet 2007 sebesar Rp14 triliun, 2008 Rp21
trilun dan 2009 Rp28 triliun. Restitusi pajak yang diajukan ke Ditjen Pajak,
2007 sebesar Rp800 miliar, 2008 Rp900 miliar dan 2009 Rp1, 9 triliun.
Ditjen Pajak telah menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan telah membayar untuk restitusi 2007 dan
2008. Tahun 2009 belum dibayarkan.
Menurut PPATK terdapat ekspor barang yang tidak di dukung dokumen valid
sekitar Rp.6 Triliun. Selain itu ada pula kejanggalan penyimpanan yang
restitusi pajak Wilmar periode 2009-2010. Nilainya Rp.3,5 Triliun, yang
dimasukkan ke rekening pinjaman. Seharusnya restitusi itu diapakai untuk
pembayaran. Atas dua temuan itu, PPATK memperkirakan kerugian Negara sebesar
Rp.600 milyar dan Rp.3,5 triliun.
Tanggapan
saya :
Seharusnya PT. Wilmar group harus
bisa membayar pajak yang telah di
tentukan oleh Dirjen pajak pada seluruh wajib pajak, karena pajak sebagai pendapatan
negara terbesar. Yang seharnya PT.
Wilmar group membayar pajak untuk restitusi pada tahun 2007, 2008, dan 2009
tetapi belum membayar. PT. Wilmar group telah
menggelapkan pajak bermodus restitusi
yang mampu merugikan negara senilai Rp.600 milyar dan Rp. 3,5 triliun.
Solusi
:
Seharusnya kejaksaan agung lebih serius
menangani kasus pajak restitusi PT. Wilmar group, karena kasus ini terlalu lambat di tangani,
sejak 4 tahun yang lalu. Kalau kejaksaan agung lebih serius kasus ini
secepatnya dapat di limpahkan ke dirjen pajak karena kasus ini berkaitan dengan
penyalahgunaan pajak. Dirjen pajak harus segera menerbitkan surat ketetapan
pajak lebih bayar ( SKLB ) untuk membayar pajak restitusi tahun 2007, 2008, dan
2009. Lembaga-lembaga negara yang ada di indonesia harus bekerjasama dalam
menuntaskan masalah penyalahgunaan pajak, bukan ada kepentingan lain yang
menghambat proses kasus ini yang telah merugikan negara senilai Rp. 600 milyar
dan Rp. 3,5 triliun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar