Senin, 13 Oktober 2014

KASUS DUGAAN PENGGELAPAN PAJAK BERMODUS RESTITUSI PT WILMAR GRUP.



            NAMA       : DEFRIYANSYAH RAUF
          NIM           : 921413183
          KELAS      : AKUNTANSI F

KASUS DUGAAN PENGGELAPAN PAJAK BERMODUS RESTITUSI PT WILMAR GRUP. 

\Kejaksaan Agung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berjanji mengusut kasus dugaan penggelapan pajak bermodus restitusi yang diduga dilakukan PT Wilmar Grup. Kejaksaan Agung telah menyerahkan penanganan kasus itu pada Ditjen Pajak Kemenkeu. "Wilmar lain itu kan pengadilan belum masuk. Lagi diperiksa sebagian. Tahun-tahun lalu mereka diperiksa, keluarkan SKP mereka bayar. Selama ini mereka begitu. Pemeriksaan pajak terhadap Wilmar Grup terkait masalah administrasi perpajakan tahun 2007-2008. Hingga saat ini Ditjen Pajak belum mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan. "Kalau pemeriksaan itu bukan orangnya jadi belum ada tersangka, kita baru membuktikan dari dokumen-dokumen yang ada," katanya.
            Fuad enggan menyebutkan berapa dugaan penggelapan bajak bermodus restitusi yang diduga dilakukan Wilmar Grup. Besarnya nilai restitusi baru dapat diungkap saat di pengadilan seperti kasus tunggakan pajak Asian Agri. "Nanti di pengadilan itu kan akan diungkapkan semua. Kita tidak bisa ngmong lagi lebih dari itu, (tapi) jangan bilang kita bungkam dong. Memang tidak boleh ngomong gitu,"jelasnya. Diakuinya, Wilmar Grup selalu membayar pajak setiap ada pemeriksaan yang menyebutkan adanya kurang bayar. Dalam kasus Wilmar, sebagian masih dalam pemeriksaan dan bukti permulaan. "Kalau pemeriksaan belum ada pidana. Kalau penyidikan itu ada indikasi pidana. Ini kita belum masuk penyidikan. Jadi baru bukti permulaan," katanya. Tidak hanya Wilmar, Ditjen Pajak juga tengah menelaah kasus-kasus penggelapan pajak perusahaan-perusahaan besar lainnya. "Semua perusahaan besar umumnya kita periksa. Kalau ada indikasi pidana baru kita masuk ke penyidikan,"ucapnya.
            Untuk diketahui, kasus penggelapan pajak bermodus restitusi pajak dua perusahaan Wilmar Group yakni PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI) dan PT Multimas Nabati Asahan (MNA) diungkap Komisi Hukum DPR RI setelah menerima laporan dari pegawai pajak KPP Besar Dua pada 2011.
            Berdasarkan laporan Isnaeni, MNA dan WNI diduga telah menggelapkan pajak senilai Rp 7,2 triliun. Kasus dugaan restitusi pajak PT Wilmar Grup senilai Rp 500 Miliar yang menurut Anggota Komisi III Bambang Soesatyo sudah masuk ke Kejaksaan Agung ternyata sudah diserahkan Korps Adhiyaksa tersebut ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Hal ini terungkap dari pernyataan Jaksa Agung Basrif Arief.sebelum melakukan rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa (3/12). "Masalah Wilmar itu diserahkan kepada Ditjen Pajak untuk menindaklanjuti. Kemungkinan terkait masalah perpajakan," kata Basrif Arief.
             Terkait dorongan Komisi III DPR agar KPK melakukan supervisi terhadap kasus itu karena dinilai mandek, Jaksa Agung tidak mempersoalkannya karena KPK memang diberi kewenangan melakukan supervisi terhadap kasus yang dinilai mangkrak. "Itu kewenangan KPK itu supervise, koordinasi disampaing penindakan. kalau ada yang mau disupervisi kan sudah banyak yang disupervisi. kasus-kasus di daerah, KPK bersama kejaksaan lakukan supervisi," jelasnya.
            Terkait penyebab mandeknya penanganan kasus Wilmar di Kejaksaan, Basrif mengatakan dari hasil penelitian institusinya ada persoalan terkait masalah pajak di Wilmar Grup.  "Kemungkinan terkait masalah adminsitrati hukum. jangan sampai mubazir waktu yang kita miliki kita serhkan ke Ditjen Pajak. Seandainya ada indikasi kuat dan bukti cukup kita bisa terima kembali," tegas Jaksa Agung.
            Kasus restitusi pajak dua perusahaan Wilmar Group yakni PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI) dan PT Multimas Nabati Asahan (MNA) diungkap komisi hukum DPR RI setelah menerima laporan dari pegawai pajak KPP Besar Dua M Isnaeni tahun 2011 lalu.
            Kasus Wilmar sempat luput dai perhatian, karena sejak dilaporkan ke Kejagung, 2009 rekomendasinya tidak ada unsur “korupsi” dan hanya ada dugaan kasus penyalahgunaan pajak. Akhirnya, kasus Wilmar disrahkan ke Ditjen Pajak, beberapa waktu. Padahal, kasus itu diteliti oleh Kejagung hampir empat tahun.
            Menurut Fuad Rahmany, pihaknya tidak dapat memastikan kapan penyelidikan kasus Wilmar ditingkatkan ke penyidikan dan menetapkan para tersangka, dengan alasan secara hukum tidak dapat diungkapkan kepada pers. “Yang pasti, tim penyelidik harus memeriksan mengecek lalu me-cross check ribuan data-data di lapangan,” jelas Fuad menceritakan kompleksitas kasus Wilmar yang diduga menciptakan sejumlah perusahaan baru agar dugaan rekayasa restitusi pajak sulit dipantau. Namun, dia meyakni dengan muka serius, kasus dugaan penyalahgunaan restitusi pajak Wilmar International Ltd Group dapat diselesaikan. “Yakinlah, kami bekerja serius. Siapapun akan diperiksa,” janji mantan Kepala Bapepam ini.
            Kasus dugaan korupsi berupa restitusi pajak sekitar Rp3,7 triliun, tahun 2007 sampai 2009 telah dilaporkan ke Kejaksaan Agung, 2009 dengan tembusan kepada Presiden SBY, Menteri Keuangan dan Ketua Komisi Pengawas Perpajakan. Kasus terkait dugaan rekayasa laporan pajak, sehingga bisa melakukan restitusi pajak secara melawan hukum sebesar Rp3,6 triliun, yang lalu mengakibatkan kerugian negara. Kasus dilaporkan ke Kejagung, 2009 dan 2013 baru direkomendasikan oleh Kejagung, kasus itu bukan korupsi dan diserahkan ke Ditjen Pajak, karena terkait masalah penyalahgunaan restitusi pajak.
            Wilmar Group diduga telah melaporkan pembukuan ke kantor Pajak, yakni omzet 2007 sebesar Rp14 triliun, 2008 Rp21 trilun dan 2009 Rp28 triliun. Restitusi pajak yang diajukan ke Ditjen Pajak, 2007 sebesar Rp800 miliar, 2008 Rp900 miliar dan 2009 Rp1, 9 triliun.
            Ditjen Pajak telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan telah membayar untuk restitusi 2007 dan 2008. Tahun 2009 belum dibayarkan.  Menurut PPATK terdapat ekspor barang yang tidak di dukung dokumen valid sekitar Rp.6 Triliun. Selain itu ada pula kejanggalan penyimpanan yang restitusi pajak Wilmar periode 2009-2010. Nilainya Rp.3,5 Triliun, yang dimasukkan ke rekening pinjaman. Seharusnya restitusi itu diapakai untuk pembayaran. Atas dua temuan itu, PPATK memperkirakan kerugian Negara sebesar Rp.600 milyar dan Rp.3,5 triliun.

Tanggapan saya :
            Seharusnya PT. Wilmar group harus bisa membayar pajak yang  telah di tentukan oleh Dirjen pajak pada seluruh wajib pajak, karena pajak sebagai pendapatan negara terbesar. Yang seharnya  PT. Wilmar group membayar pajak untuk restitusi pada tahun 2007, 2008, dan 2009 tetapi belum membayar. PT. Wilmar group  telah menggelapkan  pajak bermodus restitusi yang mampu merugikan negara senilai Rp.600 milyar dan Rp. 3,5 triliun.
Solusi :
            Seharusnya kejaksaan agung lebih serius menangani kasus pajak restitusi PT. Wilmar group,  karena kasus ini terlalu lambat di tangani, sejak 4 tahun yang lalu. Kalau kejaksaan agung lebih serius kasus ini secepatnya dapat di limpahkan ke dirjen pajak karena kasus ini berkaitan dengan penyalahgunaan pajak. Dirjen pajak harus segera menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar ( SKLB ) untuk membayar pajak restitusi tahun 2007, 2008, dan 2009. Lembaga-lembaga negara yang ada di indonesia harus bekerjasama dalam menuntaskan masalah penyalahgunaan pajak, bukan ada kepentingan lain yang menghambat proses kasus ini yang telah merugikan negara senilai Rp. 600 milyar dan Rp. 3,5 triliun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar