Nama : Wahyu Cahya Ramadhan R.A.
Massa
Kelas / Jurusan : F / Akuntansi
NIM : 921413162
Mata Kuliah : Perpajakan
Permasalahan Transfer Pricing
Transfer pricing merupakan transaksi
barang dan jasa beberap divisi pada suatu kelompok usaha dengan harga yang
tidak wajar, bisa dengan menaikkan (mark up) atau menurunkan harga (mark down).
Kebanyakan dilakukan oleh perusahaan global (Multinasional Enterprise).
Tujuannya, pertama, untuk mengakali
jumlah profit sehingga pembayaran pajak dan pembagian dividen menjadi rendah.
Kedua, menggelembungkan profit untuk memoles laporan keuangan.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan, Fuad Rahmany mengatakan banyak perusahaan asing yang membuka anak
usahanya dan berproduksi di wilayah Indonesia menghindari pembayaran pajak
tinggi.
Selain itu, banyak perusahaan milik
orang Indonesia yang mendirikan kantor pusat di Singapura untuk menghindari
pembayaran pajak penghasilan (PPh) badan usaha maksimal di Indonesia. Tujuannya
memanfaatkan tarif PPh badan usaha di Singapura yang lebih rendah ketimbang
Indonesia. "Yang merugikan, misalnya, perusahaan sawit dan
pertambangan," kata Fuad di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Kamis, 18
September 2014.
Menurut Fuad, transfer pricing merupakan dampak perkembangan
perusahaan yang memiliki anak usaha di negara lain. Skandal pajak ini
memanfaatkan celah tarif pajak penghasilan (PPh) badan usaha lebih rendah di
negara tempat produksi. Perusahaan global berupaya menekan serendah mungkin
pembayaran pajak mereka di negara-negara tempat berproduksi untuk memperkecil
pengeluaran.
Perusahaan global cenderung membangun
anak usaha di negara dengan tarif pajak PPh badan usaha lebih kecil ketimbang
negara markas perusahaan. Fuad mengatakan negara Korea dan Jepang merasa
dirugikan dengan perusahaan di kedua negara itu yang mendirikan anak usaha di
Indonesia. Alasannya penerimaan PPh badan usaha dari anak usaha diterima
pemerintah Indonesia bukan negara mereka. Inilah yang disebut Fuad sebagai
praktek transfer pricing yang tidak selalu merugikan.
“Jepang dan Korea pernah mendatangi kami
dan komplain mengenai perusahaan di Jepang melakukan tranfer pricing di Indonesia. Yang untung kita,"
kata Fuad. Perusahaan Jepang dan Korea memilih berproduksi di Indonesia karena
tarif PPh badan usaha di Indonesia lebih rendah. "Di Korea rate-nya lebih tinggi. Jadi
mereka mendirikan anak usaha di Indonesia, makanya perusahaan Korea banyak di
sini."
Adapun transfer
pricing yang merugikan
Indonesia adalah perusahaan Indonesia yang berkantor di Singapura.
"Keuntungannya masuk ke Singapura," kata Fuad. Singapura mematok
tarif PPh badan usaha sebesar 16 persen lebih rendah 9 persen dari tarif di
Indonesia. Inilah yang membuat pengusaha menjual barang produksi Indonesia
dengan banderol mahal ke Singapura. Dari Singapura, komoditas itu kembali
dijual ke pasar dunia dengan harga murah.
Tanggapan dan Saran
Menurut saya, cara-cara pengakalan pajak
banyak terjadi di dunia. Secara hukum, tidak ada kesalahan dalam pendirian anak
perusahaan di negara lain. Tidak ada unsur pidana dari aksi penghindaran pajak
sebab perusahaan bertransaksi dengan baik, benar, disertai bukti akurat.
Pembayaran pajak di masing-masing negara
juga dilakukan dengan benar dan tidak menyalahi aturan. Namun, aktivitas ini
mengakibatkan negara tidak memperoleh pajak secara maksimal.
Indonesia harus membuat regulasi
transfer pricing yang sesuai dengan kondisi dan tujuannya. Dengan menomor
satukan tujuan yang ingin dicapai oleh DJP sebagai otoritas fiskal khususnya
dan tujuan nasional pada umumnya.
Melenyapkan transfer pricing bukan
urusan gampang. Ketiadaan akses publik ke dalam detil rincian transaksi
perusahaan, menyebabkan perusahaan leluasa memodifikasi laporan keuangan.
Perlu dikaji beberapa hal untuk
mengurangi transfer pricing. Pertama, mengaktifkan peran akuntan publik.
Ketentuan paragraf 9 huruf d Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) No. 34
mengatur peranan auditor untuk menguji kewajaran perhitungan jumlah related parties transaction yang
diungkapkan dalam laporan keuangan.
Kedua, memperluas kriteria transfer
pricing tidak hanya related parties, tetapi melebarke semua transaksi yang
diindikasikan dibawah harga pasar wajar, termasuk perusahaan afiliasi.
Ketiga, menggunakan Data Pembanding
Eksternal dari pelaporan DHE (Devisa Hasil Ekspor) untuk mendeteksi aliran dana
dan underlying transaksi ekspor. Menurut Peraturan Bank Indonesia
No.13/20/PBI/2011, seluruh penerimaan DHE harus melalui bank devisa, dimana
eksportir wajib menyampaikan informasi tentang DHE meliputi informasi tanggal
PEB, kode kantor Bea Cukai, nomor pendaftaran PEB, dan NPWP eksportir.
Keempat, perlu ada data center, yang
meng-update harga terbaru komoditas komoditas yang ada di Indonesia. Harga
terbaru komoditas diperlukan untuk membandingkan kewajaran harga.
Kelima, mengumumkan ke publik tentang
proses dan banding oleh wajib pajak yang melakukan transfer pricing, sebagai
bentuk tekanan moral.
Sumber sumber permasalahan
:
www.pajak.go.id/
www.tempo.com/
www.kompas.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar